Sabtu, 18 Juni 2011

Keris Dhapur Sedhet Luk 15








[FRS 11] Keris Luk 15 Dhapur Sedhet, pamor Ngulit Semangka, estimasi tangguh Madura abad XVI, panjang 34 cm/berat 180 gramWarongko Ladrang gaya Surakarta kayu Sono. Serifikasi Museum Pusaka TMII.

Dhapur Sedhet adalah keris dengan luk 15, panjang bilah sedang, memakai kembang kacang, lambe gajahnya satu, pakai jalen, sogokan rangkap ukuran normal, ricikan lain greneng, ada yang memakai tikel alis, adapula yang tidak.
 
Keris dengan luk di atas 13 termasuk ke dalam dhapur Kalawijan/Palawijan atau di luar normal. Dalam pakem dhapur keris Kraton Surakarta, yang termasuk dalam kalawijan adalah mencapai luk 29. Pada masa sekarang, ada juga keris yang berluk 37. Semua itu tergantung kreasi dari empu atau pande pembuat keris tersebut. Mengapa kalawijan atau palawijan? Jika mengacu kepada penggunaan kata, kalawijan atau palawijan diterapkan misalnya pada bahan pangan non beras. Ada juga penggunaan kata kalawijan terhadap barisan abdi dalem Kraton yang secara fisik di luar normal, seperi albino, cebol dan semacamnya. Demikian pula dengan keris Kalawijan yang di luar normal dengan maksud jumlah luk di atas 13. Ada pendapat bahwa keris Kalawijan dahulu diberikan kepada orang yang di luar normal, dalam arti eksentrik, pintar sekali atau kurang sekali. Mungkin itu pula sebabnya Keris Kalawijan dengan luk di atas 13 juga bukan termasuk keris yang menjadi favorit bagi pihak Kraton. Tidak dapat dibayangkan bahwa para pejabat Kraton memiliki simbol sifat di luar normal sementara feodalisme menuntut kepatutan dalam batas-batas tertentu. Dengan kata lain, luk 13 sudah menjadi titik sempurna untuk ukuran Kraton.

Keris Kalawijan pada masa ini juga memiliki popularitas tersendiri. Akibatnya, pasar pun juga menyesuaikan diri. Oleh karena keris ini langka, maka terjadi pula pemalsuan seperti keris lurus yang dibentuk menjadi banyak luk. Pemalsuan seperti ini sebenarnya bisa dilihat bagi mereka yang terbiasa memegang tosan aji. Pertama, luk tidak luwes. Kedua, ujung keris sepuh biasanya punya posisi miring ke depan atau ke belakang sementara ujung keris palsu tersebut cenderung lurus di tengah. Ketiga, sor-soran atau bagian bawah keris sepuh jika memiliki sogokan tentunya akan bersifat luwes mengikuti luk. Sementara pada keris palsu tampak terlihat kaku dan berpenampilan 'maksa'. Keris era Kamardikan jaman sekarang banyak pula yang berluk lebih dari 13. tentu saja keris baru lebih baik dibandingkan dengan yang 'aspal' tadi.

 Hal yang menarik dari keris koleksi saya di atas adalah kembang kacangnya menutup degan sempurna  Hanya saja pada bagian bilah di tengah hingga ke ujung sudah mengalami korosi. Hal tersebut bisa jadi disebabkan usia yang sudah tua atau juga perawatan yang salah oleh pemilik sebelumnya. Menjamas keris dengan takaran komposisi yang keliru atau penyimpanan di tempat yang salah bisa menyebabkan pengeroposan. Itulah sebabnya bagian lis-lisannya sudah mulai menipis. Hal yang menarik lainnya adalah pada bagian bawah sirah cicak di gonjo seperti foto terbawah, ditemukan adanya rajah tiga titik. Apakah rajah tersebut merupakan 'tanda tangan' sang empu pembuat keris? Sulit untuk dijawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar